Tuesday, December 2, 2014

Gunung Sindoro 3.150 mpdl


(Ryan Caesar Raharja, Rahayu Nia Pratiwi, Deri Marret, Agustina Wulandari, Maria Astrid Rosemary Mardagiono, Lydia Fahmawati, Rizky Faisal, Andi Subagja)



PENDAKIAN GUNUNG SINDORO VIA KLEDUNG

28 November - 1 Desember 2014



YEAY! Naik gunung lagi, bersama PURPALA.
Berawal dari Aa Deri yang mengajak Kami untuk ikut open trip pendakian ke Gunung Sindoro. Kebanyakan menjawab menggantung, "Ikut enggak ya." | "Liat nanti deh." | "Enggak bisa ikut deh kayaknya." | Tapi Wulan menjawab lain, "Gue ikut."

Hari ke hari, di grup BBM, Wulan terus menerus menggoda, merayu, memelas, memaksa, meminta Kami untuk ikut open trip tersebut. Di awal-awal, Kami tidak mendengarkan rayuannya. Kemudian, perlahan mulai ada yang nanya, "Bayarnya berapa sih?" | "Fasilitasnya apa aja?" | "Tanggal berapa?" | Kemudian korban mulai berjatuhan. Akhirnya.. Kami semua kena rayuan, semua memutuskan untuk ikut open trip tersebut. Oops. Kecuali Ulvi.

Biaya:
Rp 450.000,-

Fasilitas:
1. Transport Jakarta - Wonosobo PP (Bus)
2. Transport Wonosobo - Basecamp Sindoro PP (Elf/Angkot)
3. Tiket Masuk Wisata
4. Porter (Hanya membawa tenda, nesting/trangia, kompor dan logistik kecuali air)
5. Perlengkapan kelompok (Tenda, nesting/trangia, dan kompor)
6. Dokumentasi foto
7. Donasi 2,5%
8. P3K

Tidak termasuk dalam paket:
1. Logistik (Info logistik H-3)

Informasi di atas dan cerita dari Aa Deri yang bilang travel agent ini bagus dalam memberikan layanan, membuat Kami terbuai dengan harapan dan impian bahwa Kami akan mendaki dengan sedikit lebih ringan, dalam hal bawaan dan juga beban memasak.

Hal-hal menyebalkan mulai berdatangan..

Ada invite-an grup whatsapp beranggotakan 30-an orang. Ternyata itu grup open trip itu. Kemudian, notifikasi mulai datang bertubi-tubi. Obrolan garing dan kering. Oh.. mungkin karena belum kenal kali ya.

Pembagian "share logistik" belum juga dipublikasikan hingga H-3. Kemudian, baru dipublikasikan pada H-2. Gue enggak ngerti kenapa begitu mepet ngabarinnya. Mulai menggemaskan ya open trip ini.

Klimaksnya adalah H-1 ada informasi bahwa biaya open trip ini naik Rp 50.000,- karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Benar-benar klimaks. 450rb saja sudah termasuk mahal, ini lagi ditambah jadi 500rb. Seharusnya hal tersebut menjadi resiko panitia yang telah menetapkan harga. Bukan Kami. Kami kan mau ikut open trip ini karena harganya Rp 450.000,- Yasuuuu.. dahlah.

Jumat, 28 November 2014

Dengan terburu-buru berangkat ke Kampung Rambutan. Mengapa terburu-buru? Karena hujan dan siangnya masih ngantor. Untungnya Terminal Kampung Rambutan itu dekat dari rumah. Berangkat dari rumah sekitar jam lima sore kurang. Sampai di TKP. Ternyata belum banyak orang. Sudah kuduga, It's Indonesia. Always late.

Semangat terus menurun. Waktu menunggu diisi dengan beli logistik serta obat-obatan yang masih kurang. Satu per satu beberapa orang berdatangan. Kami saling berkenalan, bersalaman. Sampai dengan pukul enam sore, masih belum ada kejelasan. Di rundown sih harusnya jam enam sore sudah berangkat. Dari tim PURPALA, hanya Aci dan Nia yang belum sampai. Bikin resah..

Kami bertanya pada panitia, share logistik ini dikumpulkan kapan? Kemudian terjawab, dikumpulkan di atas. Prok prok prok. Janji hanyalah janji. Di awal kan dijanjikan ya, akan dibawakan itu logistik. Berarti saat Kita sampai di camp, masakan belum jadi dong, karena makanan masih di peserta. BAKAL TERULANG KEMBALI kejadian kelaparan di Gede nih kayaknya.

Kemudian, setengah tujuh malam, Kami dipersilahkan masuk bis. Bisnya tidak disewa tapi hanya ikut bis biasa di terminal. Campur dengan penumpang lain yang ingin ke Wonosobo. Buru-buru mencari bangku untuk tujuh orang. Alhamdulillah dapet. Bisnya biasa sekali, tidak ada kamar mandi ataupun selimut. Huhuhu. Anw, mohon maaf ya readers, kalau gue selaku penulis terus mengeluh. It because, gue selalu membandingkan dengan trip-trip sebelumnya. Sudah kebayang harus menahan pipis nih..

Masih menunggu teman lainnya yang belum datang.

Akhirnya, semua sudah datang. Tetapi untuk yang terlambat, menunggu bis di luar. Alhamdulillah. Akhirnya semua lengkap dan perjalanan menuju Terminal Wonosobo di mulai pada pukul tujuh malam. Perjalanan cukup lancar. Sekitar jam dua belas malam, bis berhenti di sebuah tempat makan. Kebetulan perut kelaparan. Terakhir makan tadi sore. Bingung mau makan apa. Pengennya sih makan enak. Akhirnya gue memilih makan menu paket Rp 20.000,- (Nasi + 1 Lauk + Sayur).

Begitu mendekati ke menu makanan. Mata langsung melotot. Makanannya tidak manusiawi sekali. Berasa makan di penjara. Hehehe kayak pernah makan di penjara saja. Ya, sepenglihatan di film-film sih begitu ya. Sayur KOL ya, KOL a.k.a KUBIS in English Cabbage. Gue bener-bener refleks ngaduk-ngaduk sayur dan bilang "Sayurnya ini doang, Mas?" Dengan muka datar dijawab, "Iya." Lauknya pun standar. Ayam. Tetap gue makan dan gue habiskan juga kok.

Lupakan.

Sabtu, 29 November 2014

Sampai di Terminal Wonosobo sekitar pukul 10 pagi. Sampai di Terminal langsung cari toilet dan makan. Nah, di sini baru murah. Harga satu porsi sekitar Rp 8.000,- Ibu penjualnya pun ramah sekali, serasa dikasih makan sama Mama sendiri. Hehehe

Setelah makan. Langsung diinstruksikan untuk naik bis kecil. Para lelaki sibuk mengepak tas di atas bis. Masih banyak yang di luar tapi bis sudah penuh. Kasihan sekali cowok-cowok yang membayar penuh tapi harus berdiri sekitar satu jam kurang. Tidak bisa dibenarkan.

Sedang asik-asiknya di bis kecil. Ada tas yang hampir jatuh. CARRIER DEUTER BARU NIA! Tragedi tas jatuh terulang kembali. Untung langsung Aa tangkap tasnya. Diputuskan untuk satu orang stay di atas bis. Nah, gitu dong. Secara, tali rapiah rapuh itu untuk menopang carrier-carrier besar Kami? HELLOW! Think twice! *sambil nunjuk dengkul* (lebay)

And again.. Bisnya tiba-tiba menepi dan ternyata bannya bocor. Bannya sudah tipis sekali pemirsa. Sekitar tiga puluh menitan deh ngebenerin ban. Kasian deh abangnya, sendirian enggak ada kernetnya. Manaan abangnya endut lagi. Susah jongkok.

Perjalanan dilanjutkan dan sekitar pukul setengah dua belas sampai di Basecamp Sindoro Desa Kledung. Sudah mulai gerimis.






Di basecamp makan lagi. Makan bakso Rp 7.000,- Sedih sekali harus menghadapi hujan di awal perjalanan. Tadinya mau naik ojek ke POS 1 tapi tidak kunjung datang tukang ojeknya. Akhirnya memutuskan jalan kaki. Raincoat pun langsung beraksi. Gak keren banget deh, foto-foto pake jas ujan. Huftness.



Wulan mau difoto juga?


Ini backgroundnya Gunung Sumbing


Ini backgroundnya Gunung Sindoro

Perjalanan basecamp ke POS 1 itu 5 km saja pemirsa, sepanjang jalan ladang warga. Karena hujan, gue tidak menikmati pemandangan, mata terus melihat ke bawah karena air hujan menerjang wajah. Hahaha gue bingung mencari padanan kata "air hujan kena muka". Tenaga sudah terkuras duluan nih. Landai sih tapi jauh bingits. Kalau ada ojek, lau naik ojek ajelah. Gempoooooor! Tapi, saat TL bilang "Lihat ke belakang dong". YOU KNOW! Gunung Sumbing indah banget, besar, gagah, berwarna kuning keemasan. Terlihat jelas pepohonan di sana. This is why I love hiking!

Basecamp ke POS 1 Kami lewati selama 1 jam lebih.
POS 1 ke POS 2 Kami lewati selama 2 jam.
POS 2 ke POS 3 sekitar 3 jam.

Versi PURPALA Basecamp Sindoro s.d.  POS 3 = 7 jam.

Tidak banyak foto yang dapat gue abadikan, selain hujan, medan yang terus menanjak dan tiada ampun pun membuat Andi malas mengeluarkan kamera. Sangat jauh berbeda dengan Merbabu yang banyak sekali bonus. Sindoro itu mirip Gede via Putri. Tanjakannya enggak dikasih ampun. Lebay enggak sih? Itu sih yang gue rasakan.

Saat perjalanan menuju POS 3, korban-korban kaki keram berjatuhan. Banyak sekali yang keram. Harus banget membawa minyak urut ataupun salep otot. Useful! Kami beberapa kali harus break karena tim Kami banyak yang keram kakinya. Awalnya, Ryan, kemudian Nia, dilanjutkan Acit, terakhir Andi. Alhamdulillah gue masih bisa memaintain langkah kaki gue. Padahal kalo di rumah, kaki gue sering keram.
Saat-saat break, "Sweaper jangan mencuri" seperti terus mem-push gue. Gue sampai tidak enak hati kalau mau bilang "BREAK". *suara lembut* "Boleh break enggak sih?" kemudian suara Ibu Peri "Kalau cape bilang ya, Lyd" (suara Nia). Biasanya Kami santai sekali.
Acit, "Bang, ini gue pengen tahu aja nih, penasaran. Masih lama enggak sih?"
Abang, "Yaaa, kalo kita enggak jalan sih, masih lama."

AIH. MATE!

Gue, *lagi megang buah peer baru mau digigit*
Andi, Aci, Ryan, *lagi menghisap rokok yang baru saja dinyalain*
Aa, *baru dapet salak yang gue lemparkan tapi ternyata lemparannya kena kening Acit*
Abang, "Breaknya jangan lama-lama ya, lagu ini abis ya."

*timpuk si Abang pake peer*

Digituin terus setiap lagi break. Huhuhu enggak khusyuk jadinya setiap break. Tidak menikmati gitu. So hurry. Ya memang, semua ini untuk kebaikan kita bersama. Agar kita semua tidak kemalaman di track, tidak kedinginan, tidak kelaparan, tidak tidak tidak tidak.

Teman-teman, maafkan ya, penulis sudah tidak sanggup melanjutkan. Hehehe