Then, I'll tell you.
About a week. Sepertinya memang segitu batas maksimum Kami "diam". Dalam diam gue berpikir, about this relationship. Are you ready? Apakah gue sudah siap punya teman hidup yang cuek dan tidak romantis? Apakah gue tidak akan mengeluh nantinya? Apakah dia akan mengerti dan mengubah sikapnya? Apakah ada pria yang lebih baik darinya? Apakah gue akan lebih bahagia tanpa dia?
Every night. I think of you. Us.
Entah. Kadang gue begitu ikhlas. Kadang gue begitu tidak mensyukuri. In normal situation, I really welcome, thank God with I ever have. But sometimes, I feel like I deserve got better than this and full of anger.
Saat Kami bersama kemarin, he told me that he needed a space to focus to his study and his job. I knew, it's related to our plan, marriage. "Banyak tugas kuliah setiap hari, kuliah harus lulus tepat waktu kalau enggak nikahnya diundur, harus kerja dan nabung juga. Andi banyak tekanan."
Damn, my tears drop.
Kebayang sih ya pusingnya. Cape kuliah dan kerja ditambah gue tukang ngambek. Gue harus mengerti. Stop complaining, Lydia! Dulu, gue ingin segera menikah karena untuk melarikan diri dari masalah di kantor atau rumah. Sekarang, gue ingin menikah karena gue merasa gue sudah siap.
Ya Allah, semoga waktu Kami tidak sia-sia.
No comments:
Post a Comment