DECEMBER 23-26, 2015
WHAT A BEAUTIFUL VIEW! |
MY EIGHTH HIKING TRIP.
Bermula dari kesadaran akan tanggal merah beruntun yang sayang kalau dianggurkan begitu saja. Awalnya mau pergi ke Gunung Prau bersama Ulan di libur tahun baru 2016. Namun kemudian, beralih ke liburan Maulid Nabi dan Natal bersama Andi.
Tidak enak hati rasanya sama Ulan, apalagi setelah tahu kalau Ulan tidak jadi ke Krakatau di waktu yang bersamaan dengan jadwal ke Gunung Prau. Tahu gitu Kamu ikut Aku aja ya, Babe Ulan.
Back to the story..
Minggu, 20 Desember 2015 memesan tiket di PAL, Depok. Lumayan banyak pilihan agen bis di sana, sekitar belasan. Ternyata di PAL, Depok tujuan ke Wonosobo hanya ada bis Dieng Indah. Kalau mau bis lainnya bisa pesan di Terminal Rambutan, yang terdekat. Agak ragu apakah bis Dieng Indah bagus atau tidak. Apa boleh buat? Tidak ada pilihan. Memesanlah Kami bis Dieng Indah. Waw, ternyata hanya tersisa bangku belakang saja. Tidak ada toilet pula. Agak kecewa saat itu. Tapi liburan tidak boleh batal! Akhirnya membayar lunas Rp 140.000,-/orang saat itu untuk keberangkatan pukul 17.00 WIB tanggal 23 Desember 2015.
Dari hari Minggu, 20 Desember 2015 sudah mulai packing karena tanggal 21-22 Desember 2015 ada Rekreasi dari kantor. Agak-agak ribet gimana gitu, di saat hati sudah di Wonosobo tapi fisik harus ke Anyer terlebih dahulu. Maklum 4 bulan tidak naik gunung, jadi sangat sangat excited!
RABU, 23 DESEMBER 2015
Memutuskan untuk tidak masuk kantor karena sedari pulang dari Anyer badan kurang enak. Tidak mau mengambil risiko, kalau dipaksakan takut sakit. Meskipun banyak yang bilang gunung Prau tidak terlalu berat, tapi fisik harus tetap prima. Rabu pagi beristirahat di rumah seraya mempersiapkan apa saja yang kiranya terlupakan. Rabu siang, Andi sudah menjemput untuk persiapan berangkat.
Mas agen bis bilang, jam empat sore standby di PAL, Depok. Semangat penuh membara jalan kaki dari rumah Andi menuju jalan raya Bogor. Kami datang jam empat lebih sedikit. Kami tahu, bis datang jam lima sore. Kami kira di PAL, Depok nanti akan banyak pendaki lainnya. Ternyata tidak ada. Entah kenapa ya, kalau bertemu pendakian lainnya pasti lebih semangat, lebih seru, apalagi pendakian kali ini Kami hanya berdua.
Saat menunggu, ada orang yang mau pesan tiket bis untuk besok. Tapi agen bis bilang, tiket bis sudah habis sampai dengan tanggal 26 Desember 2015. WIH! Musim liburan yang luar biasa, melebihi lebaran nih. Untung Kami kebagian.
Cukup lama menunggu bis datang. jam lima sore lewat akhirnya bis Dieng Indah datang juga. Cukup bagus dilihat dari luar. Keril dimasukkan ke bagasi. Kami sudah memisahkan barang-barang yang diperlukan di bis, seperti baju tebal, sarung tangan, buff, kupluk, makan malam, camilan, dan minuman.
Pas masuk bis dan mencari nomor kursi 46-47. Macet!
Hadeh! Di dalam bis aja bisa macet. Ternyata ada masalah mengenai nomor kursi. Ada duplikasi nomor kursi. Duh, manaan bis sudah jalan lagi. Gue takut aja kalau ternyata malahan gue yang tersingkir. Dan Ibu-ibu yang nomor kursinya duplikasi, malah menempati kursi gue dong! Akhirnya gue menempati kursi kosong yang ada aja. Gini nih, biasa naik kereta, malah naik bis.
Setelah bis sampai di Pasar Rebo, ada kernet bis yang mengatur. Kemudian, akhirnya gue tidak jadi duduk di kursi 46-47. RAS: REZEKI ANAK SHOLEH/A! Kami dapat kursi dua di tengah. YEAY! Bisnya bagus, kursinya nyaman sekali, jarang antar kursi lumayan jauh.
Jalanan lumayan macet.
KAMIS, 24 DESEMBER 2015
Jam satu dini hari supir membelokkan bis ke sebuah tempat makan. Ah, sudah makan tadi di jalan, bawa ayam Sabana dan nasi dari rumah. Pernah punya pengalaman tidak enak, makan di rumah makan saat naik bis, sudahnya mahal, rasanya asal-asalan banget.
Seharusnya, perjalanan Jakarta-Wonosobo ditempuh dalam waktu 12 jam. Tapi ini tidak seperti biasanya karena libur panjang itu. Jam delapan pagi, bis sampai di Terminal Mendolo, Wonosobo.
OH! Gue pernah ke sini nih, waktu pendakian ke Sindoro. Di sini toh.
Sarapan dan bersih-bersih di tempat biasa, deket Mushola. Ibu separuh baya yang berjualan bersama dengan suaminya. Lupa tanya namanya. Kami sempat meminjam piring, lupa banget bawa piring. Nanti makannya gimana? Kalau di nesting cucinya susah. Baik deh, dipinjemin.
Kami galau memutuskan mau lewat jalur Patak Banteng atau Wates karena ada info bahwa jalan menuju Patak Banteng ada longsor. Banyak yang bilang sih sudah bisa dilalui. Tapi Kami masih galau karena dari Jakarta niat Kami adalah lewat jalur Wates. Menurut informasi yang Kami dapatkan, jalur Wates yang paling indah dan landai.
Akhirnya, Kami memutuskan untuk minta dijemput oleh orang basecamp Wates yang kontaknya Kami dapatkan dari Facebook. Rp 40.000,-/orang Kami deal. Satu jam perjalanan menuju Wates menggunakan motor. Pegel banget, teman-teman. Manaan orang yang boncengin gue kerempeng banget, mau pegangan sama dia, kayaknya enggak kuat. Hehehehe
Motor gue melaju di depan jauh dari motor Andi. Duh, kalau ada apa-apa, amsyong gue. Enggak megang duit ataupun alat komunikasi, semua di Andi. Hehehe tapi Alhamdulillah semua hanya kekhawatiran gue aja. Kami sampai dengan selamat, melewati jalanan terjal dan menanjak. Wah ini sih Rp 40.000,- worthy banget, kasian abangnya.
Begitu sampai, Kami langsung mengisi form SIMAKSI. Kami isi lengkap, biar kalau ada apa-apa datanya lengkap. Biaya SIMAKSI Rp 10.000,-/orang. Di basecamp ini benar-benar sepi. Enggak ada orang. Iya, ada orang sih tapi bukan pendaki, ranger situ kayaknya. Bismillah aja deh. Langsung persiapan pendakian. Pemanasan dan streching badan biar enggak kaget. Ya, meskipun pasti bakal kaget. Enggak pernah olah raga sih. Pokoknya pemanasan itu penting sekali!
Tepat jam sebelas siang, Kami mulai pendakian. Diantar sama orang basecamp, katanya takut nyasar, sampai ke perkebunan warga. Duile, baru mau ke perkebunan warga aja gue sudah lemah. Manaan tangan gue kena ulet bulu lagi. Alhamdulillah enggak gatel-gatel. Cuma agak panik aja, kemudian menimbulkan konflik. Hehehe
Jalan berbatuan rapi menjadikan permulaan yang bagus. Pemandangan perkebunan warga seluas mata memandang, agak menanjak sedikit. Lumayan pemanasan. Berhenti untuk mengambil nafas setiap 10-20 langkah sekali. Break duduk saat Andi mau ngerokok aja.
Setelah satu setengah jam menyusuri perkebunan warga, naik ke atas sedikit, akan ada POS 1. WAH, lumayan panjang. Tapi ya, orang basecamp bilang dia biasanya 30 menit ke Puncak Prau. Kadang enggak habis pikir aja, gimana caranya. Lari banget?
RABU, 23 DESEMBER 2015
Memutuskan untuk tidak masuk kantor karena sedari pulang dari Anyer badan kurang enak. Tidak mau mengambil risiko, kalau dipaksakan takut sakit. Meskipun banyak yang bilang gunung Prau tidak terlalu berat, tapi fisik harus tetap prima. Rabu pagi beristirahat di rumah seraya mempersiapkan apa saja yang kiranya terlupakan. Rabu siang, Andi sudah menjemput untuk persiapan berangkat.
Mas agen bis bilang, jam empat sore standby di PAL, Depok. Semangat penuh membara jalan kaki dari rumah Andi menuju jalan raya Bogor. Kami datang jam empat lebih sedikit. Kami tahu, bis datang jam lima sore. Kami kira di PAL, Depok nanti akan banyak pendaki lainnya. Ternyata tidak ada. Entah kenapa ya, kalau bertemu pendakian lainnya pasti lebih semangat, lebih seru, apalagi pendakian kali ini Kami hanya berdua.
Saat menunggu, ada orang yang mau pesan tiket bis untuk besok. Tapi agen bis bilang, tiket bis sudah habis sampai dengan tanggal 26 Desember 2015. WIH! Musim liburan yang luar biasa, melebihi lebaran nih. Untung Kami kebagian.
Cukup lama menunggu bis datang. jam lima sore lewat akhirnya bis Dieng Indah datang juga. Cukup bagus dilihat dari luar. Keril dimasukkan ke bagasi. Kami sudah memisahkan barang-barang yang diperlukan di bis, seperti baju tebal, sarung tangan, buff, kupluk, makan malam, camilan, dan minuman.
Pas masuk bis dan mencari nomor kursi 46-47. Macet!
Hadeh! Di dalam bis aja bisa macet. Ternyata ada masalah mengenai nomor kursi. Ada duplikasi nomor kursi. Duh, manaan bis sudah jalan lagi. Gue takut aja kalau ternyata malahan gue yang tersingkir. Dan Ibu-ibu yang nomor kursinya duplikasi, malah menempati kursi gue dong! Akhirnya gue menempati kursi kosong yang ada aja. Gini nih, biasa naik kereta, malah naik bis.
Setelah bis sampai di Pasar Rebo, ada kernet bis yang mengatur. Kemudian, akhirnya gue tidak jadi duduk di kursi 46-47. RAS: REZEKI ANAK SHOLEH/A! Kami dapat kursi dua di tengah. YEAY! Bisnya bagus, kursinya nyaman sekali, jarang antar kursi lumayan jauh.
[photo at bus coming soon]
Jalanan lumayan macet.
KAMIS, 24 DESEMBER 2015
Jam satu dini hari supir membelokkan bis ke sebuah tempat makan. Ah, sudah makan tadi di jalan, bawa ayam Sabana dan nasi dari rumah. Pernah punya pengalaman tidak enak, makan di rumah makan saat naik bis, sudahnya mahal, rasanya asal-asalan banget.
Seharusnya, perjalanan Jakarta-Wonosobo ditempuh dalam waktu 12 jam. Tapi ini tidak seperti biasanya karena libur panjang itu. Jam delapan pagi, bis sampai di Terminal Mendolo, Wonosobo.
OH! Gue pernah ke sini nih, waktu pendakian ke Sindoro. Di sini toh.
Sarapan dan bersih-bersih di tempat biasa, deket Mushola. Ibu separuh baya yang berjualan bersama dengan suaminya. Lupa tanya namanya. Kami sempat meminjam piring, lupa banget bawa piring. Nanti makannya gimana? Kalau di nesting cucinya susah. Baik deh, dipinjemin.
Kami galau memutuskan mau lewat jalur Patak Banteng atau Wates karena ada info bahwa jalan menuju Patak Banteng ada longsor. Banyak yang bilang sih sudah bisa dilalui. Tapi Kami masih galau karena dari Jakarta niat Kami adalah lewat jalur Wates. Menurut informasi yang Kami dapatkan, jalur Wates yang paling indah dan landai.
Akhirnya, Kami memutuskan untuk minta dijemput oleh orang basecamp Wates yang kontaknya Kami dapatkan dari Facebook. Rp 40.000,-/orang Kami deal. Satu jam perjalanan menuju Wates menggunakan motor. Pegel banget, teman-teman. Manaan orang yang boncengin gue kerempeng banget, mau pegangan sama dia, kayaknya enggak kuat. Hehehehe
Motor gue melaju di depan jauh dari motor Andi. Duh, kalau ada apa-apa, amsyong gue. Enggak megang duit ataupun alat komunikasi, semua di Andi. Hehehe tapi Alhamdulillah semua hanya kekhawatiran gue aja. Kami sampai dengan selamat, melewati jalanan terjal dan menanjak. Wah ini sih Rp 40.000,- worthy banget, kasian abangnya.
Begitu sampai, Kami langsung mengisi form SIMAKSI. Kami isi lengkap, biar kalau ada apa-apa datanya lengkap. Biaya SIMAKSI Rp 10.000,-/orang. Di basecamp ini benar-benar sepi. Enggak ada orang. Iya, ada orang sih tapi bukan pendaki, ranger situ kayaknya. Bismillah aja deh. Langsung persiapan pendakian. Pemanasan dan streching badan biar enggak kaget. Ya, meskipun pasti bakal kaget. Enggak pernah olah raga sih. Pokoknya pemanasan itu penting sekali!
[photo at basecamp coming soon]
Tepat jam sebelas siang, Kami mulai pendakian. Diantar sama orang basecamp, katanya takut nyasar, sampai ke perkebunan warga. Duile, baru mau ke perkebunan warga aja gue sudah lemah. Manaan tangan gue kena ulet bulu lagi. Alhamdulillah enggak gatel-gatel. Cuma agak panik aja, kemudian menimbulkan konflik. Hehehe
Jalan berbatuan rapi menjadikan permulaan yang bagus. Pemandangan perkebunan warga seluas mata memandang, agak menanjak sedikit. Lumayan pemanasan. Berhenti untuk mengambil nafas setiap 10-20 langkah sekali. Break duduk saat Andi mau ngerokok aja.
Setelah satu setengah jam menyusuri perkebunan warga, naik ke atas sedikit, akan ada POS 1. WAH, lumayan panjang. Tapi ya, orang basecamp bilang dia biasanya 30 menit ke Puncak Prau. Kadang enggak habis pikir aja, gimana caranya. Lari banget?
[photo at POS 1 coming soon]
Di perkebunan wargapun Kami jarang bertemu orang. Lagi istirahat tidur siang mungkin ya. Dua tiga kali beberapa warga lewat dan menyapa sambil permisi. Wah, ramah sekali.
Perjalanan Kami lanjutkan setelah lima belas menit-an Kami break makan roti. Harus dipaksakan makan roti biar ada tenaganya. Trek mulai masuk ke dalam hutan yang lumayan lebat. Ya memang landai. Cukup landailah ya. Tiga puluh menit berjalan, Kami disuguhkan kebahagiaan, POS 2. Di peta sih memang jarak POS 1 dan POS 2 lumayan dekat.
[photo map Prau via Wates coming soon]
Tidak begitu lama break, hanya menyempatkan diri untuk foto dan menunggu Andi ngerokok aja.
[photo at POS 2 coming soon]
Melanjutkan perjalanan, hutan mulai lebat. Masih dengan trek yang sama. Tanpa diduga, tiga puluh menit berjalan, Kami sudah mendapati POS 3. Jalan Kami sangat santai lho. Keteyep-keteyep kalau kata Andi. Kami semakin bersemangat untuk sampai di Puncak Prau sebelum matahari terbenam.
[photo at POS 3 coming soon]
Perjalanan menuju Pelawangan dan Puncak Prau, di peta lumayan cukup panjang. Kami memprediksikan satu setengah jam. Mulai keluar dari hutan lebat. Kami mulai menyusuri bukit demi bukit. Hmph! Pemandangan indah yang dijanjikan ternyata tidak Kami dapati. Mungkin tertutup kabut. Sepanjang jalan memang selalu ditutupi kabut, Alhamdulillahnya sih tidak hujan. Kami sudah siap menghadapi hujan juga sih, Kami sudah mengenakan celana pendek. Agak tersiksa saat serangga selalu mengerubuti paha dan kaki gue. Ini kenapa sih serangga? Suka banget ya bau asem? Hehehe
Kami sempat di-PHP-in sama trek. Di depan tuh kayaknya sudah kayak Puncak. Eh ternyata bukit baru. Mungkin sampai tiga kali kayak gitu. Sampai akhirnya, setelah Taman Daisy, Kami break. Sudah satu setengah jam berjalan, kok belum sampai-sampai. Masalahnya enggak ada orang. Ngeliat ada tenda tapi ada bukit seberang.
Kaki Andi sudah mulai keram sejak POS 3. Oke, makan dulu. Andi makan roti. Gue hanya nyemil snack sedikit, kalau di gunung nafsu makan gue memang berkurang. Mulai gerimis, gerimis beneran atau karena kabut, sulit dibedakan. Kami melanjutkan tanpa jas hujan, habis kayaknya gerimis kecil, mager ambil jas hujannya.
Di tengah perjalanan, paha bawah dan betis Andi keram. Andi kewalahan menangani keram kakinya. Kami hampir memutuskan untuk buka tenda di bukit teletubis. Gue mencari-cari jalan ke Puncak. Sudah tidak ada tanda arahnya lagi. Kemudian, setelah kaki Andi sudah mulai bisa jalan, Kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke arah yang landai. Kemudian lama-kelamaan, akhirnya Kami menemukan CAMP AREA. Sekitar dua jam dari POS 3.