My sixth hiking trip was begun..
Dimulai dari pembelian tiket di awal Maret 2015 untuk 10 orang. Harga tiket Rp 115.000,- untuk sekali jalan. Lama kelamaan pesertanya berkurang. Pertama Acid mengundurkan diri, kemudian Ulvi, kemudian Anto dan terakhir Nia dan cowoknya. Sisanya tinggal 6 orang deh, ditambah temannya Aci, bernama Prasengga Wisnu.
|
The tickets |
Kemudian menyibukkan diri dengan membuat Itinerary yang kemudian tidak diacuhkan begitu saja.
Berikut ini merupakan bawaan gue di keril:
11. Jaket tebal
12. Sweater
13. Cokelat
14. Nata de Coco
15. Sphagetti
16. Chacha
17. Ikan teri kacang
18. body lotion
19. Minyak zaitun
20. Charger
21. Charger portable
22. Tas gemblok untuk summit
23. Air mineral 3L (2botol)
24. Lampu
25. Tracking pole 2
26. Surat keterangan sehat (nitip Aci&Lisa)
|
Two of us Logistic |
|
VOILA! Semua masuk ke dalam satu keril dan satu tas kecil. |
Satu hal.
Ternyata mulai Mei 2015 ini, pendakian Gunung Semeru harus SIMAKSI (Surat Izin Kawasan Konservasi). And, the quota was fulled. Jadi, tiap harinya kuota pendakian Gunung Semeru adalah 500 orang, saja. 300 mendaftar melalui online (http://bromotenggersemeru.org/blog/tata-cara-booking-online) dan 200 mendaftar on the spot.
Wish me luck. Semoga Allah memberikan Kami izin untuk ke sana. Izinin ya, Allah sayang. Jadi sekarang, berangkatpun dengan harap-harap cemas (H2C), semoga dapet kuota. AMIN AMIN AMIN YRA.
(Anw, ini pendakian belum mulai tapi gue sudah mulai menulis karena nyicil biar bisa selesai, karena dua pendakian sebelumnya tulisan gue stuck. Semoga kali ini, tulisan gue selesai sampai akhir)
--------------------------------------------
Selasa, 12 Mei 2015
Perjalanan yang ditunggu-tunggu itupun akhirnya tiba. Seperti biasa, Aci selalu datang paling akhir. Hm. Masih jam 14.30 sih tapi was-was sekali kalau last minute. Sambil menunggu Kitapun selfie.
|
Dari kiri ada Wisnu, Ulan, Lydia, Andi. Sebagai tambahan ada Ulvi yang dengan baiknya mengantarkan Andi ke stasiun. |
Alhamdulillah tidak telat dan identitas tidak ada yang tertinggal. Lancar jaya. Kereta sudah menunggu, dan inilah persinggahan Kami:
|
Ada Aci yang masih ON dan Andi yang sudah tertidur. Wisnu enggak kelihatan. Ada Ulan dan Lisa yang semangat dan Gue sebagai tukang fotonya. |
5x2 kursi milik Kami. 13-17 E-D. Terima kasih teman-teman telah memberikan Kami tempat duduk. Dear, Ulvi, Nia, Cowoknya Nia, Anto, terima kasih ya Kami jadi memiliki "ruang" lebih.
Perjalanan sudah tiga jam lebih, perut mulai lapar. Kamipun main ke (kata Ulan sih) Restorasi. Kayaknya setelah gerbong empat deh restorasi itu. Sebelum restorasi ada tempat duduk para staf KAI deh, banyak bantal yang buat disewakan. Ini nih restorasinya:
Ternyata enggak ada kompor ya, semua dipanaskan pake microwave. Lisa memesan nasi goreng harganya Rp 18.000,-
Selain harganya yang "lumayan", rasanyapun STANDARD. Malah cenderung tidak fresh. Disarankan temen-temen bawa makan favorit dari luar untuk makan malam di kereta. Hehehe biar mood tetap terjaga.
--------------------------------------------
Rabu, 13 Mei 2015
|
Selfie when arrived. |
Sesampainya di Malang pukul delapan kurang pagi, Kami langsung menunggu temannya Wisnu, Angga. Pertama kali bertemu saat itu, first impression for him, topinya, sejenis topi vedoralah. Kemudian, tas Ulan dibawa Angga dari dalam stasiun ke depan stasiun yang banyak angkot. Di sana sudah ada tim Angga lainnya; Abiza, Dimas, Deni, Syifa. Jadi, kenapa Kami, Gue, Andi, Ulan, Aci, Lisa, Wisnu harus bergabung dengan tim Angga adalah karena Kami belum punya tiket SIMAKSI.
Satu angkot sebelas orang menuju Homestay/basecamp Pasar Tumpang untuk belanja sekalian cari Jeep untuk ke Ranu Pani. Lumayan jauh, perjalanan satu jam tanpa macet. Sekitar Rp 175.000,- satu kali antar. Sebelum ke Pasar Tumpang, Kami mampir dulu ke tempat makan, makan Nasi Rawon. Harga satu porsi Rp 18.000,- cukup mahal untuk daging yang sedikit dan bumbu yang kurang. Tapi lumayan menyegarkan untuk Kami yang habis turun kereta 18 jam.
|
Muka lelah tapi segar turun dari kereta. Ternyata Malang panas ya. |
|
Angkot Kami dengan setia menunggu. |
Kemudian, perjalanan dilanjutkan kembali daaaaan mampir sebentar ke Minimarket untuk mengambil uang di ATM dan membeli beberapa logistik yang kurang. Setelah diingat, ternyata botol minum Andi tertinggal. Terima kasih untuk Ulan yang siap mengantarkan Gue jalan kaki, lari-lari kecil di bawah sinar matahari terik untuk ambil botol minum.
Sampai di Homestay/basecamp Ker-Ker namanya, sekitar pukul 10 pagi. Masih sangat asing. Where Are We? Duduk-duduk di sofa yang ada di teras rumah tersebut. Sambil menunggu menyiapkan logistik yang harus dibeli di Pasar Tumpang, teman-teman lainnya ada yang ngobrol-ngobrol, packing, dan Gue sendiri memilih untuk mandi. SEGAR SEKALI. Airnya di bak besar, rasanya ingin nyemplumg saja ke dalamnya. Malang di siang hari panas sekali, terik. Kemudian sampai dengan jam 12 siang, Aci dan Wisnu sampai membawa logistik dan KTP yang selesai difotokopi.
Berangkat disapa dengan hujan deras. Doa pun diilantunkan, semoga di gunung nanti tidak hujan. Beberapa ratus meter kemudian, ternyata hujan berhenti. Hujan lokal. Kemudian, Lisa panik mencari handphone di slingbag-nya. Tidak ada. Diasumsikan bahwa handphonenya tertinggal di Homestay/basecamp. Bapak yang mengantar entah tidak mendengar atau bagaimana, tidak berhenti untuk putar balik, terus saja jalan. Handphonenya dihubungi masih bisa, tidak ada yang mengangkat. Hopeless. Muka Lisa tampak bete, pastilah. Aci bilang "nanti kalau masih rezeki juga pasti kembali lagi". Semoga kembali lagi, semoga tidak menganggu pendakian Kami.
Harga sewa jeep Rp 650.000,- sekali jalan. Bebas berapa orang saja, tapi sekitar 8-10 orang sih. Kami kan bersebelas, ada tiga orang yang duduk di atas. Semangat adik-adik! Perjalanan selama satu jam lebih tanpa macet pun dilalui. Melihat kanan kiri pemandangan yang begitu indah. Subhanallah!! Hamparan pegunungan yang begituuuuu indah. Kata-kata yang terucap dari mulut Gue adalah "Itu disapuin ya". Bersih banget. Beneran deh. Bersih banget. Katanya sih itu jalur menuju Bromo. Bersih sekali deh. Pegunungan hijau menawan, seperti di lukisan. Kamipun took a wefie there.
Sampai di Ranu Pani banyak sekali tulisan "Selamat datang para pendaki Gunung Semeru". UW! Semangatpun membara. Angga sibuk mengurusi SIMAKSI. Guepun sibuk mencari makanan. Akhirnya Kamipun ke Warung Bu Erna atas rekomendasi Bapak Jeep (Halah, ora ngeri namane). Memesan makan Nasi, Telur, Sayur Lodeh. Lumayan untuk mengisi perut sebelum pendakian.
Pendakian dimulai dengan doa, pukul setengah empat sore Kami berangkat menuju Ranu Kumbolo. Jalan beberapa langkah nafas habis. Salah Gue. Tidak mempersiapkan olahraga sebelumnya, cuma satu kali Zumba hari Jumat sebelumnya. Ternyata tidak begitu menolong. Sampai di Gapura Pendakian Semeru, Gue memutus untuk tidak foto-foto. Antri. Lanjut jalan. Saking semangatnya, Gue yang paling depan salah jalan. Gue malah lurus ke arah perkebunan warga, harusnya ke kiri atas. Lumayan jauh lagi salahnya. HUFT! Tadinya nafas gue sudah teratur, akhirnya ngos-ngosan lagi, manaan jalannya menanjak. HUA! Berasa banget enggak pernah olahraga.
Duh! Gue jalan paling lama di kelompok Gue. Mulai menata nafas. Beradaptasi dengan carrier. Lama sekali beradaptasi. Settingan carrier Gue enggak enak. Carrier terasa berat. Biasanya kalau settingannya bener, walaupun penuh tapi dibawanya enggak berat. Gue enggak bisa mensetting carrier. Lain kali harus bisa setting carrier sendiri deh! It a must!
Katanya, track Semeru landai. Dalam hati Gue dialog sendiri. Ini Guenya yang lemah atau lumayan melelahkan juga enggak sih tracknya? Gue bener-bener ENGOS! Engos adalah engo-engosan alias terengah-engah. Banyak tanjakan, banyak turunan juga. Udah gitu karena memulai pendakiannya dari sore, baru jalan sedikit sudah kena malam. Alhamdulillah sih, meskipun di darat gue penakutnya minta ampun tapi kalau di Gunung sebisa mungkin meredam rasa takut dan tidak berpikiran yang aneh-aneh kalau lihat apa-apa di jalan.
Dari break ke mulai perjalanan lagi itu kayak memulai tenaga dari nol. Makanya sebisa mungkin breaknya itu tidak duduk, kalau duduk ya break di setiap Pos. hehehe tapi sering juga sih break duduk. Gue berada di barisan belakang. Bisa macet deh kalau gue paling depan. Angga dengan setia berada di paling belakang, as a good team leader.
Gue tertinggal jauh dengan tim depan. Di tim belakang ada Gue, Andi, Wisnu dan Angga. Ah, merasa terjaga sekali bersama cowok-cowok. Track menuju Ranu Kumbolo sempit, di sebelah kiri jurang. Sempat mengalami macet di track. Apalagi saat ada yang, katanya pipis, semua berhenti dan ada yang teriak "yang cowok menghadap belakang". Di gunung! Hahahaha. Semua saling teriak-meneriaki. Seru. Pas mulai jalan lagi, ada yang iseng teriak "bau belerang nih". Gue sih suka ya macet-macetan kayak gitu, meski jalan jadi lama tapi keseruan, di gunung, bersama pendaki, You can't buy!
Dalam kelelahan Gue di track, Me wondering about "Are You sure that Pevita Pearce was here?" Kemudian komen-komen bermunculan, "Ya dia kan pake porter". Ya tetep kali, melelahkan banget tracknya panjang. Dia digendong gitu sama porternya? Keenakan porternya dong. Hehehe. Let's find out later.
Jalan Andi sudah mulai nubruk sana, nubruk sini. Andi sudah mulai sering minta break. Kemudian jalan lagi saat sudah mulai terasa dingin. Angga dan Wisnu sudah mulai mengeluhkan pundaknya di akhir track menuju Ranu Kumbolo. Thank God, Alhamdulillah, my body is fit, cuma nafas aja yang enggak bisa ditoleransi. YOU HAVE TO EXERCISE, Lydia! Bangun paginya yang susah deh. Terkadang, di track Gue membayangkan kasur dan tv yang selalu menemani. Kenapa mau susah-susah di gunung? Entah.
Angga selalu bilang, "jalan santai, nikmati pendakian". Kalau jalan santainya sih iya. Menikmati pendakian? Apakah gue menikmati? Dalam hati Gue selalu mengeluh "cape!", "kapan sampai?", "masih jauh engga?". Masih terus belajar untuk menikmati pendakian.
Ketika akhirnya sampai di Ranu Kumbolo. Mencari tim dari sekian banyak orang memang enggak mudah, tapi Gue punya trick, "Ulan Cemoooooooong!" Eh, bener aja langsung ketemu Ulan. Ternyata ada yang menunggu deket track biar enggak usah ribet nyari. Akhirnya mendapatkan space di depan Ranu Kumbolo. Langsung bikin tenda. Udara mulai dingin. Ketika sampai saat itu, pukul sepuluh malam. Jadi perjalanan dari Ranu Pani setengah empat sore - Ranu Kumbolo sepuluh malam, enam jam setengah.
Begitu tenda jadi, langsung siap-siap dengan pakaian tebal karena sudah banyak cerita kalau suhu Ranu Kumbolo bisa mencapai - (minus) derajat celcius. Setelah itu, masak mie gelas. Yeay! My favorite noodle! Sudah merasa kenyang dengan makan mie gelas saja. Kalau di gunung tidak terlalu suka dengan makanan yang aneh-aneh. Apalagi nasi.
Di tenda depan gue ada dua tenda, tenda kuning 1 diisi oleh Ulan, Aci, Lisa, Wisnu dan tenda kuning 2 diisi oleh Angga, Syifa, Dimas, Deni, Abiza. Mereka memasak makanan apa, entah. Gue sudah cukup dengan mie gelas dan Andi sudah cukup dengan rotinya. Kamipun memilih untuk tidur dengan persiapan tempur yang lengkap. Alhmadulillah tidak begitu merasa kedinginan.
--------------------------------------------
Pagi hari jam enam, gue mengecek thermometer, menunjukkan delapan derajat celcius. Cold enough. Mungkin saat tengah malam tadi lebih dingin.
Time to pee! Need no to worries, seperti pergi ke toilet di rumah. Mencari semak yang tinggi untuk menutupi. Pas lagi pipis ada cewek yang juga sedang mencari tempat. Dia kaget liat Gue lagi pipis, dengan semangat pagi Gue menyapa "Halo!" Setelah selesai, Gue menyarankan menggunakan tempat Gue tadi. Hahaha.
Dear friends, jangan lupa menyimpan sampah tissuenya di trash bag ya.
Perut mulai lapar. Andi masak nasi dan cewek-cewek: Gue, Lisa dan Ulan masak tumis buncis dan goreng tempe tahu. Aci dan Wisnu masih tidur. Begitu masakan selesai, semua Kami panggil untuk makan. Lagi-lagi di gunung tidak nafsu makan. Tapi yang penting harus makan karena nanti akan melanjutkan pendakian ke Kalimati. Habis makan mulai packing. Malas sekali ya packing. Tas juga lebih berat dibanding settingan awal. Bukannya lebih ringan karena logistik sudah berkurang, eh ini malah lebih berat. Katanya sih itu sudah biasa. Sebelum jalan, foto-foto di Ranu Kumbolo.
Baru pertama kali lihat danau yang airnya begitu jernih. Gelombangnya seperti air laut yang menjadi ombak karena diterpa angin. Rasa airnya pun sama dengan air di rumah. Saat Ranu Kumbolo ditutupi kabut rasanya danaunya tidak berujung, serem deh. Sekaligus indah. Ada ikan juga lho, kecil-kecil. Kira-kira sedalam apa ya Ranu Kumbolo itu? Masalahnya air tenang banget. Air beriak tanda tak dalam, air tenang tanda dalam berarti kan ya?
Kami pasti merindukan Ranu Kumbolo.
Malas sekali melanjutkan perjalanan ke Kalimati. Perjalanan menyusuri pinggir danau Ranu Kumbolo. Jalanan sempit, jalan terhalang batang pohon, jalan tanah yang basah. Sepuluh menit jalan, akan langsung terlihat TANJAKAN CINTA.
Padahal sudah mengepur jalan duluan, tapi tetap saja terbalap. Lemah sejadi-jadinya. Melihat terus ke bawah dan kemudian melihat ke atas saat teman-teman sudah mulai membalap. Mulai ngeri deh dengan kemiringan tanahnya. Takut jatuh. Dengan pelan-pelan dan terengah-engah, Guepun sampai di atas Tanjakan Cinta. Tenaga seperti terkuras. Belum lama duduk, sudah diajaki jalan lagi. HUAAAAA! HUAAAAA!
Dengan muka lelah akhirnya dapat juga foto di atas Tanjakan Cinta. Dengan terpaksa, melanjutkan perjalanan lagi ke Kalimati.
WOW!
Ternyata perjalanan ke Kalimati setelah Tanjakan Cinta itu harus melewati Oro-Oro Ombo. Ada dua pilihan jalur, turun yang agak curam namun pendek atau turunan yang agak landai namun panjang. Gue pun memilih turunan yang agak curam namun pendek. Dengan dituntun Ulan, Gue berhasil melewatinya.
Jalur Oro-oro Ombo landai dan melewati tanaman berwarna ungu yang orang-orang sering salah menyebutnya sebagai Lavender. Di jalan itu, Gue sudah sempoyongan. Padahal jalanan datar. Mungkin karena panas terik kali ya. Jadinya tidak sempat foto-foto deh.
Berjalan mendatar sekitar sepuluh menit. Akhirnya beristirahat di Cemoro Kandang. Ada yang jualan. Gue tidak fokus saat itu. Kepala mulai pusing. Ketika memutuskan minum tolak angin, akhirnya isi perutpun keluar. EW! What happened with me? Masuk angin kayaknya. Kemudian Alhamdulillah Lisa memberikan pertolongan pertama untuk orang masuk angin. KERIK!
Terasa enak syekali. Terima kasih, Lisa!
Namun, setelahnya. Belum banyak istirahat, teman-teman sudah mau jalan lagi. Padahal belum cukup istirahat. Dengan masih sempoyongan dan semangat yang dibuat-dibuat, Gue melanjutkan perjalanan ke Kalimati.
Tuh kan bener! Dijalan Gue masih pusing. Sehat aja jalannya lama. Apalagi sakit. Andi sudah menawarkan untuk kembali lagi ke Ranu Kumbolo. Entah kenapa, badan Gue tidak sanggup lagi melanjutkan tapi hati ini tidak rela kalau harus sampai Ranu Kumbolo saja. Akhirnya dilanjutkan kembali, minimal sampai Kalimati deh.
Kembali beristirahat lama. Dikasih obat sama pendaki lain, mungkin melihat kondisi Gue yang tidur di track kali ya. Paracetamol kalau tidak salah. Beberapa menit minum obat itu, isi perut Gue kembali keluar.
Dengan baik hati, Angga kembali lagi membawa tas Gue. Gue mencoba berjalan tanpa tas. Lumayan membantu sekali. Sampai di suatu tempat break lagi. Di situ Gue istirahat tidur lama sekali, mungkin satu jam. Alhamdulillah setelah bangun, sudah tidak sakit lagi. TUH KAN! Gue cuma butuh tidur sebentar. Hehehehe.
Setelah itu, ngebut ke Jambangan dan kemudian ke Kalimati. Tidak berhenti sama sekali. IDIIIIIIH! KEREN! Di perjalanan ketemu Wisnu yang mau membantu membawakan keril. Tapi Gue menolak untuk dibawakan. Gue sudah merasa sehat, masih kuat. Salute deh sama pendaki-pendaki yang sudah sampai di tujuan, kemudian balik lagi ke track untuk membantu membawakan keril temannya. Gue sih biasanya menamakan orang seperti itu PEDAL (Pendaki Handal). Terima kasih, Wisnu! Sampai di Kalimati sudah sore. Teman-teman lainnya setia menunggu. Terima kasih ya teman-teman. Maafkan selalu datang terakhir.
Sampai di Kalimati langsung bongkar keril dan bikin tenda. Langsung tidur. Lelah sekali. Kemudian, bangun untuk makan. Karena tenda Gue terpisah dari yang lain. Suasana makan bersama tidak Gue dapatkan. Kalau Pendakian sebelumnya, meskipun tendanya pisah, tapi kalau makan selalu makan bersama di satu tenda. YA, BEDA ORANG BEDA PEMIKIRAN YA.
Gue sih merasanya, karena tidak saling kenal dan tidak diperkenalkan di awal, Gue jadi merasa tidak saling kenal dan dekat dengan tim Angga. Pendakian kali ini, konsepnya memang amburadul. Seada-adanya saja. Untungnya Gue dan Andi sudah mempersiapkan segala kebutuhan Kami sendiri. Jadi, meski terpisah Gue masih bisa makan dan tidur.
Lagi-lagi di gunung tidak nafsu makan. Gue makan soup buatan Aci dan sphagetti Andi sedikit. Makan roti saja tidak nikmat rasanya. Meski makan sedikit tapi tidak ada rasa lapar. Begitu selesai makan langsung melanjutkan tidur untuk kemudian jam 11 malam Summit Attack.
--------------------------------------------
Jumat, 15 Mei 2015
Kamis, 22.30 | Terdengar suara Wisnu memangggil dari tenda sebelah "BANG ANDI, BANGUN. MUNCAK!" Itu suara Wisnu bukan ya? Entah deh. Langsung mencoba membuka mata. Gue merasakan keseluruhan tubuh Gue. Apakah sehat atau tidak dan saat itu yang Gue rasakan tanpa keraguan "YUK, MUNCAK!" Andi langsung kecewa "Yaelah, si Alid mau muncak lagi." Ketakutan banget dia, Gue bakal nyusahin.
Persiapan dengan jaket dan celana tebal, sarung tangan, penutup kepala juga tebal. Sudah merasa hangat baru deh siap untuk Summit. Saran untuk teman-teman pas mau Summit terutama untuk cewek, meskipun enggak mau pipis, sebelum Summit harus dipaksain pipis deh. Gue tidak membawa tracking pole dengan alasan adalah ribet kalau nanti diwebbing. Karena sesuai perjanjian awal, Gue akan diwebbing Andi saat Summit Attack nanti.
Tracknya macet saudara-saudari. Banyak sekali orang. Kayaknya kuota 500 orang yang digembar-gemborkan tidak berjalan dengan baik nih. Satu langkah jalan, berhenti. Dua langkah jalan, berhenti. Di gunung jadi enggak takut, rame kok. Tapi tenaga jadi terkuras duluan. Kenapa macet, kayaknya karena track yang sempit dan lumayan menanjak. Jadinya, pas ada yang break, belakang tidak bisa lewat dan berakibat macet.
Track pertama-tama mulai menanjak dan kemudian lama kelamaan track sangat menanjak dan akhirnya bertemu track berpasir. Kaki mulai lemas saudara-saudara. Di tanjakan yang curam, ada satu Mas-mas yang membantu. Lumayan, sekitar 50 meter diseret-seret sama Mas itu. Gue meninggalkan Andi di belakang. Gue tahu, dia pasti senang Gue dibawa orang karena dia bisa fokus dengan tenaganya.
Kemudian, meskipun sudah diseret-seret, Gue tetap tidak kuat. ENGOS. Gue minta break sama Mas itu. Sampai kemudian Mas-mas itu menghilang. Mungkin dia lelah menyeret Gue. But anyway, terima kasih sudah membantu. Lumayan.
Perjalanan dilanjutkan dengan merangkak karena kemiringannya semakin curam. Kayaknya itu deh yang membuat tenaga Gue cepat habis. Sampai akhirnya, di jam sembilan pagi, belum juga sampai puncak. Gue menyerah. Lelah sekali. Haus sekali. Panas sekali.
Tidak sampai Puncak Mahameru. Pendakian kali ini membuat Gue menyerah. Lelah sekali. Gue enggak cocok kali ya di gunung. Gue merasa tenaga Gue sudah berkurang jauh. Gue merasa bukan di sini tempat Gue. Gue menyerah pada diri sendiri. Gue memutuskan untuk tidak melanjutkan sampai ke Puncak saat itu. Gue merasa gagal. Gue merasa lemah.
Gue menangis saat itu. Bukan ini yang Gue harapkan. Harusnya Gue menangis di atas sana, tangisan kebahagiaan. Tapi yang ada hanya tangis kekecewaan. Sepanjang jalan turun mengesot penuh dengan sesegukan. Ditambah omongan-omongan yang tidak bisa gue sebutkan namanya, memekakan telinga Gue. I feel so dumb. Merasa bodoh. Merasa (sekali lagi) lemah. Merasa kalah. Desperated. Bukan pertama kalinya kok Gue tidak muncak saat pendakian. Tapi kali ini, entah kenapa seperti begitu banyak tekanan harus sampai ke Puncak. Padahal, dikatakan di awal, disepakati, diberi spare waktu lebih untuk mencoba Summit jika di hari pertama tidak berhasil.
Pada siang harinya, Gue sakit. Gue sudah berniat untuk tidak ikut Summit, sampai Kalimati saja sudah untung. Gue berniat untuk ikut Aa Deri Summit keesokan harinya. Tapi katanya tidak bisa karena yang lain akan kembali ke Ranu Pani keesokan harinya, karena ada plan ke Bromo. I have to make a choice, tetap di Kalimati dengan penuh penasaran atau Summit dengan kondisi badan seadanya.
Ketika sampai di Kalimati setelah muncak, Gue menunggu Aa Deri yang baru datang dari Ranu Kumbolo, pendakian Kami berbeda satu hari. Gue tidak enak duduk. Mata gue tidak berpaling dari arah kedatangan pendaki yang mau ngecamp. Mata Gue menelusuri seluruh wilayah Kalimati.
The man who wearing flanel and carrier with red cover bag. That must be Aa Deri. Gue langsung lari menghampiri memeluk Aa dan tangis yang tak terbendung. "Ade enggak muncak." | "Yah, kenapa?" | "Capek." | "Yaudah, gapapa."
Mungkin kalau Gue ikut muncak sama Aa, Gue bisa Summit. Mungkin. I don't mean to offend to someone. Terima kasih juga untuk Andi yang sudah menyemangati. Sudah memberi kata-kata semangat sampai kata-kata itu habis bahkan untuk dirinya sendiri. Maafkan telah membuatmu tidak muncak. Feel so guilty. Maaf tidak bisa membanggakan.
Selain capek, hal lainnya yang membuat tidak muncak adalah waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, kehabisan air dan terik panas matahari.
Lebih dari itu. Gue belum bisa mengalahkan diri sendiri. Itu saja sih. Puncak Mahameru. Salute buat yang berhasil sampai ke sana. Pasti tidak mudah, pasti melelahkan juga, pasti pernah ada rasa lelah, pasti pernah ada rasa putus asa melanda, dan kalian telah berhasil mengalahkan itu semua. Selamat!
Karena terlalu lelah Summit, akhirnya Kami memutuskan untuk satu malam lagi di Kalimati. Begitu sangat dingin. Lebih dingin dibandingkan di Ranu Kumbolo.
|
Jam tujuh pagi, suhunya mencapai enam derajat celcius. Kebayang ya saat tengah malamnya. Pantas saja tidur tidak nyenyak. |
|
Bisa dilihat ya. Dingin banget dan panasnya panas banget. 50 derajat celcius di jam 11 siang. GOSONG DEH! |
Suasana saat pagi.
|
Tuh, lihat! Embunnya jadi es. |
|
Angga-Aci-Andi. Muka bantal semua. |
|
Nikmatnya makan kwaci di bawah pohon. |
|
Muka masih putih. |
Sebelum pulang, tidak lupa untuk berfoto.
Perjalanan pulang turun gunung dimulai. Eits. Sebelum pulang ada suatu tragedi yang harus dicatat di sini. Ulan. Iya. Ulan. Wanita tangguh itupun menangis. Jadi saat itu ada yang terlalu berlebihan bercandanya. Menaruh frame di keril Ulan. Tapi bercanda ya, Lan. Biasanya Ulan tidak cuek saja, kayaknya kali ini Ulan sedang sensitif emosinya. Ya, Kita tidak pernah tahu ya sampai di batas mana kesabarannya. Mungkin saat itu memang sudah saatnya meledak.
Semoga tidak akan pernah mengganggu silaturrahmi ini.
Perjalanan turun Gue ditemani Ulan yang setia berada di belakang. Mengarahkan. "Langkahnya diperkecil." | "Tracking pole-nya dipake." | "Jangan buru-buru." | Dan bener aja lho, jadi enggak mudah cape dan jarang break.
Love you so much, Ulan!
|
Track pulang lewat Ayek-ayek. |
Kami turun lewat track Gunung Ayek-ayek. Dari Ranu Kumbolo belok kiri. Di awal akan dipertemukan track yang landai namun panjang. Kemudian, tanjak sedikit demi sedikit. Kemudian lama-lama semakin curam. Sekitar dua jam tanpa henti. Kemudian bertemu track landai, Kami beristirahat. Beristirahat bareng Mas dan Bapak Porter. ISH! Mereka kuat sekali. Baju juga tipis banget. Gue aja baru lima menit duduk sudah kedinginan.
Dilema tingkat tinggi. Jalan terus kelelahan butuh istirahat. Tapi istirahat kedinginan.
Tidak lama Kami istirahat. Teman-teman lain merasa kedinginan ternyata. Kami melanjutkan perjalanan dan sudah melihat tanjakan curam di mana-mana. Tanjakannya seperti di Cikuray. Lama sekali jalan Gue karena kalau habis istirahat, tenaga dimulai dari nol lagi.
Tanjakan yang kedua ini lebih gokil. Belum lama menanjak, Angga sudah menawarkan diri untuk membawakan keril Gue. WAAAAAAAH! Rasanya tuh kayak ditraktir. Lebih dari itu. Saat jalan tidak membawa keril, badan Gue seperti melayang. Kayak enteng banget gitu. Ya tapi namanya cape nanjak, tetep aja cape. Akhirnya, Tanjakan kedua ini hanya sebentar. Sekitar satu jam kurang. Pantas saja pendek, curam banget tanjakannya.
Saat dikit lagi sampai di atas puncak Gunung Ayek-ayek, ada Bapak-bapak. Temen Gue ada yang nanya "Masih lama enggak, Pak puncaknya?" | Eh malah dijawab "Naik gunung mah cape, kalau enggak mau cape di Mall aja. Makanya jangan naik gunung." | Njir! Nenek gayung juga tahu kalau naik gunung cape. Tapi emang kenapa kalau ngeluh cape? Kecuali ngeluh cape terus enggak mau jalan. Itu baru boleh direkomendasiin main di Mall aja. BETE AKOH! Temennya Bapak itu ada yang jawab "30 meter lagi itu lho!"
|
Puncak Gunung Ayek-ayek |
Sampai di Puncak Ayek-ayek banyak porter. Tas Andi dititip di porter Rp 80.000,- per tas dan Andi membawa tas Gue turun. Ternyata orang-orangnya pun bisa naik ojek lhoooo! Rp 50.000,- saja begitu. KAMI DITIPU saudara-saudari. Gue memutuskan untuk jalan saja. Lagi pula tidak bawa tas dan tinggal turunan. Serem juga turunan naik ojek. Terbawa trauma naik ojek di Merbabu. Aci dan Lisa naik ojek.
Padahal, katanya, ojek di atas gunung itu sudah dilarang, jadi hanya ojek barang yang diperbolehkan. Soalnya membahayakan. Sangat membantu sekali sih sebenarnya ojek itu. Ternyata track turun lumayan jauh. Sekitar dua jam deh tanpa istirahat baru sampai perkebunan warga. Perjalanan turun Gue bersama Andi dan Angga. Headlamp cuma dua, sudah gitu yang satu agak redup lagi. Tracknya sempit banget dan pepohonan yang rindang membuat jam enam sore jadi gelap sekali.
Di perkebunan warga banyak tukang ojek menunggu. Eh.. Bertemu Ulan dan Abiza. Kamipun bersama menuju Ranu Pani. Ohiya, di jalan bertemu pendaki sendiri yang kakinya terkilir. Teman-temannya (dua orang) menunggu di bawah. Temannya enggak tahu kalau kaki temannya terkilir. Manaan jalannya lama. HM. Kenapa enggak pakai ojek aja ya kalau kakinya sakit, kayak Aci yang pakai ojek karena lututnya sakit (peres).
Di pemukiman warga. Kami dipersilahkan masuk. Awalnya hanya minta minum di keran. Angga sih gara-garanya, yang ngaku-ngaku orang Malang (eh, orang Malang beneran), jadi dapat rezeki deh tuh. Dijamu seperti saudara jauh bertamu.
Teh manis panas, SEMANGKA, kue-kue. HUAAAAAA! Baik sekali. Awalnya kan Ulan haus ya. Terus nanya ke Ibu pemiliki rumah "Ibu, beli teh manis hangat dong?!" | "Mba, Saya kalau di POS 1 jualan, tapi kalau di rumah enggak." | WADUH. Langsung diem deh. Gue mencari toilet! Empat hari coy tidak membuang. Eh, begitu balik dari toilet semua sudah tersaji rapi. SEMANGKA begitu menggoda.
Kata Bapak pemilik rumah, "Kalau di gunung Semangka dijual, di sini gratis." | Kami masih malu-malu. Diem aja. | "Kalau tidak mau makan itu artinya tidak menolak rezeki" begitu katanya. Tanpa basa-basi langsung sikat deh.
Udara dingin dari luar rumah berasa sekali. Ulan menutup pintu atas rekomendasi Gue dan Andi. Eh ternyata, kalau di sana, budayanya adalah kalau ada tamu, pintu tidak boleh ditutup. Menolak rezeki katanya. BEH! Budaya-budaya amat. Mati kedinginan aja.
Pantas saja Ibu pemilik rumah sibuk sendiri, ternyata mempersiapkan makanan. Kami dibuatkan nasi, mie rebus, tahu, kerupuk. WAH SEGAR SEKALI. Pas banget lagi lapar. Pertama kalinya lagi makan nasi. Nafsu makan Guepun kembali.
Setelah selesai makan, Kami ribet memutuskan akan kemana. Akhirnya naik ojek ke Ranu Pani Rp 125.000,- (3 ojek). Di Ranu Pani akhirnya memutuskan untuk menginap di Marsela. Rp 25.000,- per orang. Ya Allah, miris sekali. Tidur di lantai pakai sleeping. Manaan dinginnya enggak ketulungan. Gedung macam apa itu tidak bisa menghangatkan orang yang di dalam. YOU HAVE TO KNOW. Enggak ada plafonnya. Jadi udara dingin masuk tanpa penghalang. Itu sih sama aja tidur di Kalimati tanpa tenda. Tidur tidak nyenyak. Dinginnya sampai ke tulang. Warga sini bisa aja hidup di udara kayak gini. GELO!
--------------------------------------------
Minggu, 17 Mei 2015
Memaksakan diri untuk mandi. BRRRR! Dingin bingit! Tapi harus bersih-bersih. Habis mandi langsung cari makan. BAKSO! Akhirnya makan bakso Rp 10.000,- dan main-main ke POS Ranu Pani. Ada kerumunan orang beli souvenir. Gue juga ikutan ah beli gantungan kunci Rp 15.000,- dan kemudian merasa kurang kenyang, Gue membeli BAKSO LAGI. Baru deh lumayan kenyang. Sampai-sampai di Marsela lama banget poop-nya. Gangguan pencernaan.
Ternyata Jeep sudah menunggu di depan Marsela. HAAAAAAA. Waktunya kembali ke Malang. Sampai jumpa dingin yang berlebihan. Di Jeep semua tertidur. Pules banget.
Sampai di Homestay/basecamp sebelumnya. Langsung MAKAAAAAAN LAGE! Wah, enak sekali deh. Makanan sudah langsung ambil. Makan nasi, sayur lodeh, dan ikan teri. MAKNYOS! Ulan sudah berisik minta pulang. Gue, Andi, Aci, Lisa, dan Wisnu masih harus bermalam di sini. YEAY!
Satu rumah Rp 100.000,- per malam. Kalau mau di kamar, per kamar Rp 100.000,- untuk isi tiga orang. Nanggunglah ya. Ceweknya cuma dua. Akhirnya bergabung saja. Kami pun menghabiskan malam dengan mengobrol bersama.
Penampakan rumah yang Kami sewa.