Untuk mengenang satu tahun kepergian Mama. Gue ingin mengenang, masa-masa Mama sebelum meninggal. Belum sempat gue post di blog, karena waktu itu sibuk ngurusin pemakaman dan pengajian Mama.
Awalnya,
Mama memang sudah lama mengidap penyakit Diabetes. Kira-kira sudah tujuh tahunan sebelum Mama meninggal. Awalnya, Mama adalah wanita yang gemuk.
Ini Mama dan gue. Saat itu Mama berusia sekitar 35 tahun dan gue 5 tahun. |
Saat gue SMP, kira-kira tahun 2005-an, Mama mulai merasa ada gejala Diabetes, yaitu gampang mengantuk. Awalnya kan memang dikira Mama kecapean. Kemudian Mama mengecek gula darahnya. Ternyata gula darah Mama di atas rata-rata. Saat itu, Mama jadi sering sakit. Mungkin karena kecapean juga. Lama kelamaan Mama mengurus. Berat badannya turun. Biasanya selain Diabetes, ada penyakit lain yang mengikuti, liver, jantung dan lainnya. Karena Mama perokok aktif, Paru-paru Mama yang terkena.
Enggak hanya sakit, sejak diperiksa kalau Mama terkena Diabetes. Mama jadi sering dirawat di rumah sakit. Terhitung sudah empat kali Mama dirawat. Tapi, setiap masuk rumah sakit, keluhan awalnya adalah Mama enggak bisa makan karena pencernaannya sakit. Jadi, badan Mama makin lemas. Kemudian menggigil dan harus di-opname.
Beberapa kali dirawat, memang enggak ngebuat Mama memantang makanan manis. Kesukaannya Es Doger. Mama suka banget ngemil. Akhirnya lama-kelamaan Mama kurusan.
Ini Mama dan gue awal tahun 2009 |
Selain sudah tua, Mama kurusan karena Diabetes. Alhamdulillahnya adalah Diabetes Mama adalah Diabetes kering. Jadi, efeknya adalah Mama jadi kurus. Kalau Diabetes basah, kalau luka susah untuk disembuhkan. Selain mengurus dan terus mengurus, Mama semakin enggak bisa buat menahan pipis. Kira-kira 5 jam sekali pipis. Jadi, kalau perjalanan jauh, agak ribet. Selain itu juga, Mama lemeeeeees banget. Diajak ngobrol juga udah enggak antusias.
Ini Mama dan gue pada tahun 2011 |
Pada tahun 2011 akhir, gue memutuskan untuk ngekos di Depok karena saat itu gue sudah mau nyusun skripsi dan sambil kerja juga. Jadi, gue pikir, gue harus konsentrasi di dua hal tersebut. Pulang seminggu sekali. Jadi, agak nyesel setelah tahu kalau sebenernya itu saat-saat terakhir. Enggak banyak momen di saat terakhir jadinya. Setiap pulang ke rumah, pasti Mama lagi tiduran dan nonton TV. Sesekali keluar rumah buat ngumpet-ngumpet ngerokok. Kata tetangga sih gitu. Mama tuh emang preman banget deh. Enggak bisa dibilangin. Padahal badannya udah lemes begitu. Makanya, sekali pun gue enggak pernah nyobain rokok. Benci banget sama yang namanya rokok. Cukup Mama saja yang kecanduan.
Klimaksnya adalah, saat itu hari Senin, 19 Maret 2012. Saat gue lagi kerja, ada telepon dari Papa yang bilang kalau Mama sakit, mau dibawa ke rumah sakit. Entah kenapa. Mungkin karena jarang pulang, langsung nangis sejadi-jadinya. Langsung telpon Aa Deri. Samanya, Aa juga jadi ikutan nangis. Enggak lama kemudian, minta izin pulang buat ngeliat Mama.
Seperti sebelum-sebelumnya, pasti awalnya Mama enggak bisa makan. Kemudian setelah dirawat, gula darahnya naik melejit mencapai angkat 500-an. Kemudian sempat HI, saking tingginya angka enggak keluar. Di atas 600-an. Pernah di atas 700-an. Kata dokter, Mama kuat banget.
Ini Mama saat mau diperiksa jantung dan lain-lain. Takutnya ada komplikasi, katanya. Jadi harus dicek semua. |
Mama sudah kurus banget saat itu. Tinggal tulang mungkin. Kalau saja, gue bisa berbagi sedikit saja lemak di badan gue. Pasti Mama enggak kurus kayak gitu. Kemudian, keadaan memburuk. Mama memang sudah jarang bicara. Badannya lemes. Membuka mata aja sudah malas. Kalaupun bangun. Biasanya untuk muntah atau minum. Pernah saat kita semua kumpul, Aa Deri, Deni, Kiki, dan gue, Mama mengeluh sakit. "Sakit yang mana, Ma?". Mama menjawab, "Perut" dan kemudian tidur lagi. Mama juga pernah bilang, "Kalau Mama mati gimana ya". Mungkin sudah merasa enggak kuat lagi kali ya.
Hari Kamis, 21 Maret 2012, pagi-pagi Aa Deri SMS. Saat itu Aa Deri lagi jaga malam. Katanya, buruan ke rumah sakit. Mama koma, takut pada enggak bisa nyaksiin. Setelah sampai rumah sakit, bener aja. Mama sudah enggak bisa diajak ngobrol. Rasanya itu kayak ketinggalan kereta ke Amerika. Menyesal banget.
Ini Mama saat sudah tidak sadarkan diri. |
Karena nafas sudah agak susah. Mama dibantu oksigen. Saudara berdatangan. Mengajak Mama ngobrol di telinga Mama. Gue dan Aa gue lainnya juga disuruh untuk mengajak ngobrol Mama. Meminta Mama untuk "Pergi saja, Ma. Kami ikhlas." Katanya, kasian Mama kalau terus koma. Lebih baik, ikhlaskan saja. Terkadang, dari mata Mama suka berlinang air mata. Berarti Mama tahu ya teman dan saudaranya datang menjenguk.
Mama masih koma |
Awalnya, enggak pernah terpikirkan untuk ditinggal Mama. Gue yakin, Mama sakit dan akan sembuh seperti sebelumnya. Tapi melihat Mama yang nafasnya sudah terengap-engap dan mengingat Mama yang sudah lelah bekerja. Lebih baik mengikhlaskan, Mama pergi beristirahat. Gue selalu membisikkan kepada Mama, "Ma, Ade ikhlas kalau Mama pergi. Mama pergi aja istirahat. Terima kasih untuk semua yang Mama berikan untuk kami."
Kamis, Jum'at dan Sabtu koma. Pada Minggu paginya, gue dan Kiki giliran jaga Mama. Biasanya mata Mama ke bawah, saat itu mata Mama terus ke atas ke arah TV. Gue kira Mama sedang menonton TV. Enggak lama kemudian setelah sarapan, mata Mama melotot dan napasnya pendek. Kemudian gue lari nyari dokter dan Kiki membisikan kalimat Syahadat ke telinga Mama. Nyari dokter enggak ketemu karena itu jam makan siang kali ya. Akhirnya, gue dan Kiki menyaksikan nafas terakhir Mama.
Mama wafat pada Minggu, 25 Maret 2012 sekitar pukul 12:30 WIB |
Innalillahi Wainnalillahi Rojiun. Selamat jalan Mama terkasih. Selamat tidur panjang. Semoga amal ibadah dan kebaikan Mama terhadap orang tua, suami, anak-anak dan sanak saudara menyelamatkan Mama untuk mendapatkan tempat yang indah dan nyaman di sisi Allah. Terima kasih telah menjadi Ibu yang terbaik di dunia. Terima kasih telah menanamkan nilai-nilai kehidupan yang sangat berharga. Terima kasih atas perjuangan Mama membesarkan kami. Terima kasih telah ada menemani kami hingga dewasa dan Mama akan selalu ada di dalam hati kami, hingga kami menyusul Mama. Selamat jalan, Pahlawanku.
I love you most.